Bank Syariah : Produk Penyaluran Dana (Financing)

Table of Contents

Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu :

a. Produk Penyaluran Dana (Financing)
b. Produk Penghimpunan Dana (Funding)
c. Produk Jasa (Service)

A. Produk Penyaluran Dana (Financing)

Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya ,yaitu:

   1. Pembiayaan dengan prinsip jual beli

   2. Pembiayaan dengan prinsip sewa

   3. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil

   4. Pembiayaan dengan akad pelengkap.

Pembiayaan dengan prinsip jual-beli ditujukan untuk memiliki barang, sedangkan yang menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan jasa. Prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus.

Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual beli seperti Murabahah, Salam, dan Istishna  serta produk yang menggunakan prinsip sewa, yaitu ijarah dan IMBT.

Sedangkan pada kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati dimuka. Produk perbankan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Musyarakah dan Mudharabah.  Sedangkan pembiayaan dengan akad pelengkap ditujukan untuk memperlancar pembiayaan dengan menggunakan tiga prinsip diatas. Kita akan membahas produk ini dengan lebih rinci pada uraian berikut.

1. Prinsip jual beli (Ba’i)

Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.

Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yakni sebagai berikut:

a.   Pembiayaan Murabahah

Murabahah (al- ba’I bi tsaman ajil) lebih dikenal sebagai murabahah saja. Murabahah berasal dari kata Ribhu (Keuntungan), yang didefinisakan sebagai transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (marjin).

Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah  selalu dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil, atau muajjal). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sementara pembayaran dilakukan secara tangguh/cicilan. 

b. Pembiayaan Salam

Salam  adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu, barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaarn  dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip dengan jual beli Ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.

Dalam peraktik perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan  oleh bank adalah harga beli bank dari nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal ini bank menjualnya secara tunai biasanya disebut pembiayaan talangan (bridging financing). Sedangkan dalam hal bank menjualnya secara rincian, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.

Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Umumnya transaksi ini ditetapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau secara cicilan.

Ketentuan umum pembiayaan salam adalah sebagai berikut:

  • Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, mutu dan jumlahnya. Misalnya jual beli 100 kg manga harum manis kualitas “A” dengan harga Rp. 5.000/kg dan akan diserahkan pada panen 2 bulan mendatang.
  • Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad maka nasabah (produsen) harus bertanggung jawab dengan cara : mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan.
  • Mengingat bank tidak menyediakan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akan salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua), seperti Bulog, pedagang pasar induk atau rekanan. Mekanisme ini disebut dengan pararel salam.

c. Pembiayaan Istishna

Produk istishna menyerupai produk salam, tapi dalam istishna’ pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran, skim Istishna’ dalam Bank Syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi. Ketentuan umum pembiayaan Istishna’ adalah spesifikasi barang  pesanan harus jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya, harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad Istishna dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditanda tangani, seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.

2. Prinsip Sewa (Ijarah)

Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahaan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, pada Ijarah objek transaksinya adalah jasa.

Pada akhir masa sewa bank dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah muntahiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian. 

3.Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut :

a. Pembiayaan Musyarakah

Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah Musyarakah  (Syirkah atau Syarikah). Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud.

Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan (skill), kepemilikan (Property), peralatan (equipment), atau intangible asset (seperti hak paten goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadiakan produk ini sangat fleksibel.

Ketentuan umum pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut:

  • Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
  • Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai porsi kesepakatan sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi kontribusi modal.
  • Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati oleh bank..

b. Pembiayaan Mudharabah

Secara spesifik terdapat bentuk musyarakah yang popular dalam produk perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerja sama dalam paduan kontribusi 100% modal kas dari shabib al-maal dan keahlian dari mudharib.

Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahib al-maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian. Sedangakan sebagai wakil shabib al-maal diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba optimal.

Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan  mudharabah terletak pada besarnya kontribusinya atas manajemen dan keuangan atau salah satu diantara itu. Dalam mudharabah modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih.

musyarakah dan mudharabah  dalam litetatur fiqh berbentuk perjanjian kepercayaan (uqud-al-amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung keadilan. Karenanya masing-masing pihak harus menjaga kejujuran untuk melakukan kecurangan dan ketidakadilan pembagian pendapatan betul-betul akan meresahkan ajaran islam.

Ketentuan skema pembayaran pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut.

1. Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan tunai, dan dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama.

2. Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan cara, yaitu:

    • Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)

    • Perhitungan dari keuntungan proyek ( profit sharing).

3. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung selutuh kerugian kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalagunaan dana.

4. Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah cidera janji dengan sengaja, misalnya tidak mau membayar kewajiban atau menunda pembayaran kewajiban, maka ia dapat dikenakan sanksi administrasi.

4. Akad Pelengkap

Akad pelengkap ini tidak tujukan untuk mencari keuntungan, tapi ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarka untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul. Adapun akad-akad pelengkap adalah, sebagai berikut:

a. Hiwalah (alih utang-piutang)

Tujuan fasilitas hiwalah adalah untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi risiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang dengan yang berutang.

b. Rahn (Gadai)

Tujuan rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.

Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria:

  • Milik nasabah sendiri
  • Jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar.
  • Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank

Atas izin bank, nasabah dapat menggunakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang digadaikan, apabila barang yang digadaikan rusak atau cacat, nasabah harus bertanggung jawab.

Apabila nasabah wanprestasi, bank dapat melakukan penjualan barang yang digadaikan atas perintah hakim, nasabah mempunyai hak untuk menjual barang tersebut dengan seizin bank. Apabila hasil penjualan melebihi kewajibannya, kelebihan tersebut menjadi lebih kecil dari kewajibannya, maka nasabah harus menutupi kekurangannya.

c. Qardh

Qardh adalah pinjaman uang, aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu:

  • Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji dan nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatan haji.
  • Sebagai pinjaman tunai (cash advanced) dari produk kartu kredit syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM, dan nasabah akan mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan.
  • Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan dengann skema jual beli, ijarah atau bagi hasil
  • Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan fasilitas untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank. Pengurus bank akan mengembalikan  dana pinjaman itu secara cicilan melalui pemotongan gajinya.

d. Wakalah (perwakilan)

Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang.Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akan pemberian kuasa harus cakap hokum, khusus untuk pembukuan L/C apabila dana nasabah ternyata tidak cukup, maka penyelesaian L/C (Settlment L/C) dapat dilakukan dengan pembiayaan murabahah, salam ijarah, mudharabah, atau musyarakah.

e. Kafalah (Garansi Bank)

Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiabn pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Untuk jasa-jasa ini, bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.

Baca SelengkapnyaAnalisis pengaruh penerapan Good Corporate Governance terhadap kinerja Perbankan Syariah di Kota Medan

Posting Komentar