Mudharabah: Pengertian, Dasar Hukum dan Syarat Mudharabah
Secara etimologis mudharabah mempunyai arti berjalan diatas bumi yang biasa dinamakan berpergian, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. An-Nisa’ 4:101 “Dan apabila kamu berpergian dimuka bumi, maka tidaklah mengapa kamu meng-qhasar shalat.”
Secara terminologis mudharabah adalah kontrak (perjanjian) antara pemilik modal (rab al-mal) dan pengguna dana (mudharib) yang mana digunakan untuk aktivitas yang produktif dimana keuntungan dibagi dua antara pemodal dan pengelola modal. Kerugian jika ada ditanggung oleh pemilik modal, jika kerugian itu terjadi dalam keadaan normal, pemodal (rab al-mal) tidak boleh intervensi kepada pengguna dana (mudharib) dalam menjalankan usahanya.
Menurut pasal 20 ayat (4) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, mudharabah adalah kerja sama antara pemilik dana dengan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.
Dasar Hukum Mudharabah
Dasar kebolehan praktik mudharabah adalah QS. Al-Baqarah 2-198 : “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia dari tuhanmu” adapun dalil sunah adalah bahwasannya Nabi pernah melakukan akad mudharabah (bagi hasil) dengan harta khodizah ke negeri Syam (pada saat khodizah belum menjadi istri Nabi Muhammad SAW), dan hadist “Dari shuhaibah Rasulullah bersabda: Ada tiga perkara yang diberkati : jual beli yang ditangguhkan, memberi modal dan mencampur gandum dengan kurma untuk keluarga, bukan untuk dijual.” (HR.Ibnu Majah).
Diriwayatkan dari Daruquthni Hakim Ibn Hizam apabila memberi modal kepada seseorang, dia mensyaratkan: harta jangan digunakan untuk membeli binatang, jangan kamu bawa ke laut dan jangan dibawa menyeberang sungai, apabila kamu lakukan salah satu dari larangan-larangan itu, maka kamu harus bertanggung jawab terhadap hartaku. Dalam Muwatha’ Imam Malik, dari al- A’la Ibn Abdur Rahman Ibn Yakub dari kakeknya, bahwa ia pernah mengerjakan harta ustman r.a sedang keuntungannya dibagi dua.
Kebolehan mudharabah juga dapat di Qiyaskan dengan kebolehan praktik musaqah (bagi hasil dalam bidang perkebunan). Selain itu, kebolehan praktik mudharabah merupakan ijma’ ulama
Rukun Mudharabah
Menurut ulama Syafi’iyah, rukun mudharabah ada enam yaitu:
- Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya.
- Orang yang bekerja, yaitu mengelola harta yang diterima dari pemilik barang.
- Akad mudharabah, dilakukan oleh pemilik dengan pengelola barang.
- Maal, yaitu harta pokok atau modal.
- Amal, yaitu pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan laba.
- Keuntungan.
Menurut pasal 232 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, rukun mudharabah ada tiga, yaitu sebagai berikut:
- Shahib al-mal/ Pemilik modal.
- Mudharabah / Pelaku usaha.
- Akad.
Menurut Sayid Sabiq, rukun mudharabah adalah ijab dan Kabul yang keluar dari orang yang memiliki keahlian.
Syarat Mudharabah
Syarat sah mudharabah berhubungan dengan rukun-rukun mudharabah itu sendiri. Syarat-syarat sah mudharabah adalah sebagai berikut:
- Modal atau barang yang diserahkan itu berbentuk uang tunai. Apabila barang itu berbentuk emas atau perak batangan (tabar), maka emas hiasan atau barang dagangan lainnya, mudharabah tersebut batal.
- Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan mampu melakukan tasaruf, maka dibatalkan akad anak-anak yang masih kecil, orang gila, dan orang-orang yang berada di bawah pengampuan.
- Modal harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara modal yang diperdagangkan dan laba atau keuntungan dari perdagangan tersebut yang akan dibagikan kepada dua belah pihak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
- Keuntungan yang menjadi milik pengelola dan pemilik modal harus jelas persentasenya, umpamanya setengah, sepertiga, atau seperempat.
- Melafazkan ijab dari pemilik modal misalnya aku serahkan uang ini kepadamu untuk dagang jika ada keuntungan akan dibagi dua dan Kabul dari pengelola.
- Mudharabah bersifat mutlak, pemilik modal tidak mengikat pengelola harta untuk berdagang di Negara tertentu, memperdagangkan barang-barang tertentu, pada waktu-waktu tertentu, sementara di waktu lain tidak terkena persyaratan yang mengikat sering menyimpang dari tujuan akad mudharabah, yaitu keuntungan. Bila dalam mudharabah ada persyaratan-persyaratan , maka mudharabah tersebut menjadi rusak (fasid) menurut pendapat al-syafi’I dan Malik. Adapun menurut Abu hanifah dan Ahmad Ibn Hambal, mudharabah tersebut sah.
Menurut pasal 231 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, syarat-syarat mudharabah, yaitu sebagai berikut:
- Pemilik modal wajib menyerahkan dana dan barang yang berharga kepada pihak lain untuk melakukan kerja sama dalam usaha.
- Penerima modal menjalankan usaha dalam bidang yang disepakati.
- Kesepakatan bidang usaha yang akan dilakukan ditetapakn dalam akad.
Baca Selengkapnya: Pengertian Musyarakah, Rukun, Syarat dan Hukum Musyarakah.
Reference
-Abdul Aziz Muhammad Azzam, Nidzan al-muamalat fi al-fiqh al-islami, edisi Indonesia fiqh Muamalah Sistem Transaksi dalm Fiqh Islam , (Jakarta : Amzah, 2010)
-Hisranuddin, HukumPerbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Genta Press, 2008)
-Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008)
-Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007)

Posting Komentar