Gashb: Pengertian, Rukun dan Syarat, Serta Bentuk-Bentuknya di Era Modern

Table of Contents

Secara etimologis Gashb adalah mengambil sesuatu dengan cara yang zholim yang terang-terangan. Sedangkan Secara konseptual gashb adalah mengambil barang milik orang lain tanpa izin dan berniat untuk memilikinya.

Istilah Gashb (غصب) memiliki definisi yang sedikit berbeda-beda menurut para ulama, tetapi intinya tetap merujuk pada tindakan pengambilan harta milik orang lain secara paksa dan tidak sah. 

Berikut adalah beberapa pandangan dari para ulama mengenai pengertian gashb:

1. Imam Al-Sarakhsi (dalam kitab Al-Mabsut)

Imam Al-Sarakhsi, seorang ulama Hanafi, mendefinisikan gashb sebagai tindakan pengambilan harta orang lain secara zalim dan dengan cara yang tidak sah, di mana pelakunya mengambil harta tersebut tanpa seizin pemiliknya dan tanpa hak untuk melakukannya. Menurutnya, gashb adalah salah satu bentuk kezaliman yang merusak hak kepemilikan orang lain.

2. Imam Al-Nawawi (dalam Al-Majmu' Syarh al-Muhadzab)

Dalam pandangan Imam Al-Nawawi, seorang ulama Syafi'i, gashb adalah tindakan mengambil atau merampas harta milik orang lain secara paksa dan tanpa izin. Ia menekankan bahwa tindakan ini termasuk dosa besar karena melanggar hak kepemilikan orang lain. Selain itu, Imam Al-Nawawi menjelaskan bahwa orang yang melakukan gashb harus segera mengembalikan harta yang diambil, dan jika terjadi kerusakan pada harta tersebut, ia wajib menggantinya.

3. Ibnu Qudamah (dalam Al-Mughni)

Menurut Ibnu Qudamah, seorang ulama Hanbali, gashb adalah tindakan pengambil alihan harta orang lain dengan cara yang tidak adil dan tanpa hak. Ibnu Qudamah menegaskan bahwa gashb adalah perbuatan haram yang tidak dibenarkan dalam syariat Islam. Ia juga menambahkan bahwa orang yang melakukan gashb bertanggung jawab atas segala kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada harta tersebut dan wajib mengembalikannya kepada pemiliknya.

4. Imam Malik (dalam Al-Mudawwanah al-Kubra)

Imam Malik, pendiri Mazhab Maliki, juga menegaskan bahwa gashb adalah tindakan penguasaan harta orang lain secara tidak sah dan zalim. Menurut Imam Malik, tindakan ini adalah pelanggaran serius terhadap hak-hak individu dalam Islam, dan pelakunya harus mengembalikan harta tersebut serta bertanggung jawab atas setiap kerugian yang diakibatkan.

Secara umum, para ulama sepakat bahwa Gashb adalah tindakan yang diharamkan karena melanggar hak milik orang lain dan merupakan bentuk kezaliman yang dilarang dalam Islam. Hukumannya adalah kewajiban untuk mengembalikan harta yang dirampas serta ganti rugi atas kerusakan atau kehilangan yang terjadi selama harta tersebut berada dalam penguasaan pelaku.

 

Dasar Hukum Gashb

Hukum gashb adalah haram dan berdosa bagi yang melakukannya. Hal ini berlandaskan dari dalil Al-Qur’an Surah Al-Baqarah/2: 188, yang berbunyi:

وَلَا تَأْكُلُوا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ وَتُدْلُوا۟ بِهَآ إِلَى ٱلْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا۟ فَرِيقًۢا مِّنْ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya: "Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain di antara kalian dengan jalan yang batil dan (janganlah) kalian membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kalian dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kalian mengetahui."

Dalam hadist Rasulullah SAW bersabda: “ Sesungguhnya darah-darahmu, harta-hartamu dan kehormatanmu adalah haram bagimu seperti haramnya pada kamu hari ini, di bulan kamu ini, dan di negeri kamu ini” (HR. Bukhari-Muslim).

Dan Hadist: ”Dan tidak ada perampas yang melakukan perampasan dan manusia yang melihat, ia sebagai mukmin." (HR. Bukhari-Muslim)

Dan Hadist: ”Janganlah ada seorang diantara kamu, mengambil harta saudaramu, baik dengan sungguh-sungguh maupun senda gurau dan jika salah seorang diantara kamu telah mengambil tongkat saudaranya, maka hendaklah ia mengembalikannya.” (HR.Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi)


Rukun Gashb

Adapun Rukun gashb/Perampasan terdiri atas:

  1. Pelaku gashb/Perampasan
  2. Korban Perampasan
  3. Harta rampasan
  4. Perbuatan perampasan.


Syarat dan Ketentuan Gashb

Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah diatur tentang syarat dan ketentuan gashb yaitu, sebagai berikut:

  1. Menghalang-halangi pihak-pihak untuk menggunakan kekayaannya termasuk gashb
  2. Mengingkari keberadaan wadiah bih termasuk perampasan.
  3. pelaku perampasan diwajibkan mengembalikan harta yang dirampasnya jika harta itu masih ada di kekuasaannya.
  4. Segala biaya yang berhubungan dengan transportasi yang berkaitan dengan penyerahan harta rampasan adalah tanggung jawab pelaku perampasan.
  5. Pelaku Perampasan Wajib Memperbaiki Dan Mengganti Kerusakan Harta Yang Telah Dirampasnya
  6. Pelaku Perampasan Wajib Mengganti Harta Yang Telah Dirampasnya Jika Harta Tersebut Telah Hilang Atau Telah Dipindah Tangankan
  7. Penggantian Harta Dapat Dilakukan Dengan Harta Yang Sama Atau Dengan Nilai Yang Sama
  8. Pelaku Perampasan Telah Terbebas Dari Tanggung Jawab Penggantian Bila Ia Telah Menyerahkan Kembali Harta Yang Telah Dirampasnya Kepada Pemilik.
  9. Perampasan Dianggap Tidak Terjadi Jika Pelaku Perampas Mengembalikan Harta Yang Dirampasnya Kepada Korban Perampasan Sebelum Korban Perampasan Mengetahui Hartanya  Telah Dirampas 
  10. Pelaku Perampasan Harus Mengembalikan Harta Yang Dirampasnya Kepada Korban Perampasan Atau Kepada Wali Yang Mengampuh Orang Yang Hartanya Dirampas
  11. Korban Perampasan Berhak Meminta Penggantian Harta Yang Sejenis Atau Meminta Ganti Uang Yang Senilai Dengan Benda Yang Dirampas.
  12. Pelaku Perampasan Wajib Membayar Harta Penyusutan Nilai Dari Harta Yang Dirampasnya Jika Penyusutan Nilai Terjadi Karena Perbuatannya
  13. Setiap Pertambahan Nilai Dari Harta Rampasan Menjadi Milik Korban Rampasan 


Bentuk-Bentuk Pengambilan Hak Secara Zalim (Gashb) di Era Modern

1. Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan

Korupsi adalah salah satu bentuk paling jelas dari pengambilan hak secara zalim (Gashb) di era modern. Para pejabat yang korup tidak hanya mencuri uang Negara saja, tetapi juga merampas hak rakyat untuk mendapatkan pundi-pundi kekayaan dan pelayanan yang mereka inginkan.

Uang yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan dialihkan untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu, sehingga rakyat menderita akibat buruknya pelayanan publik.

2. Eksploitasi Tenaga Kerja

Eksploitasi tenaga kerja merujuk pada situasi di mana pekerja atau buruh dimanfaatkan secara tidak adil atau dieksploitasi untuk keuntungan ekonomi oleh pihak lain, seperti pemilik modal atau majikan.

Ini terjadi ketika nilai yang dihasilkan oleh tenaga kerja melebihi nilai upah yang mereka terima, sehingga menyebabkan kesenjangan antara nilai tambah yang diperoleh oleh pekerja dan kompensasi yang mereka terima.

Secara sederhana, eksploitasi tenaga kerja dapat terjadi ketika pekerja disuruh atau dipaksa bekerja tanpa henti dan istirahat, melebihi jam kerja yang telah ditentukan. Peningkatan waktu jam kerja ini seringkali terjadi karena tekanan untuk memenuhi target produksi yang tinggi, persaingan global yang ketat, atau dalam upaya mempertahankan pekerjaan di tengah kondisi ekonomi yang sulit, 

3. Pengambilalihan Tanah dan Properti secara Ilegal

Pengambilalihan tanah dan properti secara ilegal, atau yang sering disebut sebagai "land grabbing," adalah salah satu bentuk pelanggaran. Perusahaan besar atau individu dengan kekuasaannya sering kali mengambil alih tanah yang dimiliki oleh komunitas lokal atau individu tanpa kompensasi yang adil, atau dengan cara-cara yang melanggar hukum.

Di banyak negara, tanah yang diambil secara paksa ini sering digunakan untuk proyek-proyek besar seperti pembangunan perumahan mewah, pusat perbelanjaan, pertambangan atau pembangunan ibu kota baru. Sementara penduduk lokal kehilangan sumber mata pencaharian mereka.

4. Monopoli

Di dunia bisnis, praktik monopoli dan tindakan anti-kompetitif lainnya sering kali merampas hak para pelaku usaha kecil untuk bersaing secara adil. Perusahaan besar yang memiliki dominasi pasar sering menggunakan kekuatan mereka untuk menghalangi kompetitor untuk masuk ke pasar.

menetapkan harga yang tidak adil, atau memaksa pemasok dan distributor untuk tunduk pada syarat-syarat yang merugikan. Ini tidak hanya merugikan pelaku usaha kecil, tetapi juga konsumen yang pada akhirnya harus membayar lebih untuk barang dan jasa yang akan mereka gunakan.

5. Manipulasi Informasi (Hoax)

Di era digital, manipulasi informasi (Hoax) dan penipuan online telah menjadi bentuk baru dari pengambilan hak secara zalim (Gashb). Peretasan, pencurian identitas, dan penyebaran informasi palsu adalah contoh bagaimana individu atau kelompok tertentu merampas hak orang lain atas privasi, reputasi, dan keamanan. Dalam banyak kasus, korban dari tindakan-tindakan ini kehilangan aset finansial, reputasi, atau bahkan keselamatan mereka.


Bagaimana cara mengatasi pengambilan hak secara zhalim (Gashb)?

Untuk mencegah dan mengatasi pengambilan hak orang lain secara zalim (Gashb) di era modern, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Beberapa langkah yang bisa diambil antara lain:

  1. Penegakan Hukum yang Tegas
  2. Peningkatan Kesadaran Publik
  3. Mekanisme Perlindungan Kepada Masyarakat.
  4. Tanggung Jawab Sosial.
Demikianlah Pembahasan artikel ini mengenai ghasb, semoga bermanfaat dan jangan lupa nantikan artikel-artikel terbaru lainnya dengan mengunjungi. www.spechindo.com/ 


Reference

- Ibnu Qudamah., Al-Mughni, Juz VIII, hal.313

- Syekh Ibrahim al-Bajuri, (Semarang: Usaha Keluarga, t.th)

- Pasal 434 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

Posting Komentar