Tahapan Akad Istishna dan Istishna Paralel Menurut SOP Perbankan Syariah
Adapun istishna secara terminologis adalah transaksi terhadap barang dagangan dalam tanggungan yang disyaratkan untuk mengerjakannya. Objek transaksinya adalah barang yang harus dikerjakan dan pekerjaan pembuatan barang itu.
Menurut kompilasi hukum ekonomi syariah, istishna adalah jual beli barang atau jasa dalam
bentuk pemesanan dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati
antara pihak pemesan dan pihak penjual.
Perbedaan istishna dengan salam
Istishna adalah bentuk transaksi yang menyerupai jual beli salam jika ditinjau dari sisi bahwa objek (barang) yang dijual belum ada, Namun demikian keduanya mempunyai perbedaan. Istishna merupakan salah satu bentuk dari jual beli salam, hanya saja objek yang diperjanjikan berupa manufakture order atau kontrak produksi.
Istishna didefinisikan
sebagai kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini pembuat
barang (shani’) menerima pesanan dari pembeli (mutashna’) untuk membuat barang
dengan spesifikasi yang telah disepakati kedua belah pihak yang bersepakat atas
harga dan sistem pembayaran, yaitu dilakukan di muka melalui cicilan atau
ditangguhkan sampai waktu yang akan datang.
Menurut Jumhur Fukaha, istishna merupakan jenis khusus dari akad ba’i
salam. Bedanya, istishna digunakan di bidang manufaktur. Dengan
demikian ketentuan istishna mengikuti
ketentuan atau aturan akad (ba’i salam) .
Dalam konteks lain, salam berlaku umum untuk barang yang
dibuat dan lainnya. Adapun istishna
khusus bagi sesuatu yang disyaratkan untuk membuatnya. Dalam salam juga
disyaratkan membayar di muka, sedangkan istishna tidak disyaratkan demikian.
Ada banyak hal yang sama antara istishna dan salam. Misalnya, tempo yang ditentukan
dalam salam merupakan masa untuk mengerjakan sesuatu yang menjadi tanggungan
pembuat. Oleh karena itu, fukaha menempatkan pembahasan istishna dalam Bab salam.
Perbedaan istishna dengan Ijarah
Dalam transaksi Istishna barang yang harus dibuat dan
dipekerjakannya semuanya menjadi kewajiban shani (pembuat/pekerja). Adapun dalam ijarah,
barang yang harus dikerjakan dari peminta (pembeli) dan pekerja atau penjual
hanya diminta mengerjakannya.
Syarat dan rukun Istishna
Syarat Istishna menurut pasal 104 s/d pasal 108 kompilasi hukum ekonomi syariah
adalah sebagai berikut:
- Ba’i Istishna mengikat setelah masing-masing pihak sepakat atas barang yang dipesan.
- Ba’i istishna dapat dilakukan pada barang yang bisa dipesan
- Dalam Ba’i Istishna Identifikasi dan deskripsi barang yang dijual harus sesuai permintaan pemesanan.
- Pembayaran dalam Istishna dilakukan pada waktu dan tempat yang disepakati.
- Setelah akad jual beli pesanan mengikat, tidak satupun boleh tawar-menawar kembali terhadap isi akad yang sudah disepakati.
- Jika objek dari barang pesanan tidak sesuai dengan spesifikasi, maka pemesanan dapat menggunakan hak pilihan (khiyar) untuk melanjutkan atau membatalkan pemesanan.
Adapun rukun Istishna sebagai berikut:
- Al aqidain ( dua pihak yang melakukan transaksi) harus mempunyai hak membelanjakan harta.
- Sighat, yaitu segala sesuatu yang menunjukkan aspek suka sama suka dari kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli.
- Objek yang ditransaksikan yaitu barang produksi.
Dasar hukum Istishna
Ulama yang membolehkan transaksi istishna berpendapat bahwa,
Istishna disyariatkan berdasarkan sunnah nabi Muhammad SAW, bahwa Beliau pernah minta dibuatkan
cincin sebagaimana yang diriwayatkan Imam Bukhari sebagai berikut:” dari Ibnu
Umar r.a, bahwa Rasulullah SAW minta dibuatkan cincin dari emas, beliau
memakainya Dan meletakkan batu mata cincin di bagian dalam telapak tangan. Orang-orang
pun membuat cincin. Kemudian beliau duduk di atas mimbar, melepas cincinnya,
dan bersabda “ Sesungguhnya aku tadinya memakai cincin ini dan aku Letakkan
batu mata cincin ini di bagian dalam telapak tangan.” Kemudian beliau membuang
cincinnya dan bersabda “ Demi Allah aku tidak akan memakainya selamanya.” Kemudian
orang-orang membuang cincin mereka. ( HR. Bukhari)
Ibnu Al-atsir menyatakan bahwa maksudnya beliau meminta dibuatkan cincin untuknya. Al-kaisani dalam kitab Bada’iu ash-shana’i Menyatakan bahwa Istishna telah menjadi ijma' sejak zaman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tanpa ada yang menyangkal. Kaum muslimin telah mempraktikkan transaksi seperti ini karena memang ia sangat dibutuhkan .
Istishna paralel
Dalam sebuah kontrak Bai Al-Istishna, bisa saja pembeli
mengizinkan pembuat menggunakan sub kontraktor untuk melakukan kontrak
tersebut. Dengan demikian, pembuat dapat membuat kontrak Istishna kedua untuk
memenuhi kewajibannya pada kontrak pertama. Kontrak baru ini dikenal sebagai
Istishna paralel.
Ada beberapa konsekuensi saat bank syariah menggunakan kontrak Istishna paralel. Diantaranya sebagai berikut:
- Bank Syariah sebagai pembuat pada kontrak pertama tetap merupakan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kewajibannya. Istishna paralel atau Subkontrak untuk sementara harus dianggap tidak ada. Dengan demikian sebagai Shani pada kontrak pertama, bank tetap bertanggung jawab atas setiap kesalahan, kelalaian, atau pelanggaran kontrak yang berasal dari kontrak paralel
- Penerima subkontrak pembuatan pada Istishna paralel bertanggung jawab kepada Bank Syariah sebagai pemesan. Dia tidak mempunyai hubungan hukum secara langsung dengan nasabah pada kontrak pertama akad. Ba’i al-istishna Kedua merupakan kontrak paralel, tetapi bukan merupakan bagian atau syarat untuk kontrak pertama. Dengan demikian kedua kontrak tersebut tidak mempunyai kaitan hukum sama sekali.
- Bank sebagai Shani’ atau pihak yang siap untuk membuat atau mengadakan barang, bertanggung jawab kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan sub kontraktor dan jaminan yang timbul darinya. Kewajiban inilah yang membenarkan keabsahan Istishna paralel juga menjadi dasar bahwa bank boleh memungut keuntungan kalau ada.
Hikmah disyariatkannya Istishna
Barang-barang produksi Yang telah ada tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan manusia, khususnya pada masa modern sekarang ini ketika produk-produk sudah berkembang pesat, kebutuhan manusia terhadap produk-produk itu juga meningkat, sehingga harus diciptakan produk-produk baru untuk memenuhi kebutuhan dan selera mereka.
Dalam kondisi seperti ini, pihak
produsen mendapat keuntungan dengan menciptakan kreasi dan inovasi
produk-produk yang sesuai dengan selera mereka. Sementara itu, konsumen
mendapat keuntungan dengan terpenuhinya kebutuhan dan selera mereka baik dari
segi bentuk dan kualitasnya. Dengan demikian, kedua belah pihak sama-sama
memperoleh kemaslahatan
Pembiayaan Istishna
Produk Istishna menyerupai produk salam tetapi dalam
Istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin)
pembayaran. Skim Istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada
pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
Ketentuan umum
pembiayaan Istishna adalah spesifikasi barang pesanan harus jelas, macam
ukurannya, mutu, dan jumlahnya. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan
dalam akad Istishna dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari kriteria
pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.
Ringkasan Tahapan Akad Istishna dan Istishna Paralel Menurut SOP Bank Syariah
| No. | Tahapan |
|
1. |
Adanya permintaan barang tertentu dengan spesifikasi yang jelas, oleh nasabah pembeli kepada bank syariah sebagai mustashni. |
|
2. |
Wa’ad nasabah untuk membeli barang dengan harga dan waktu tangguh pengiriman barang yang disepakati. |
|
3. |
Mencari produsen yang sanggup menyediakan barang dimaksud (sesuai batas waktu yang disepakati dengan harga yang lebih rendah) |
|
4. |
Pengikatan I antara bank dan nasabah untuk membeli barang dengan spesifikasi tertentu yang akan diserahkan pada waktu yang telah ditentukan. |
|
5. |
Pembayaran oleh nasabah dilakukan sebagian di awal akad dan sisanya sebelum barang diterima (sisanya disepakati untuk di angsur) |
|
6. |
Pengikatan II antara bank dan produsen untuk membeli barang dengan spesifikasi tertentu yang akan diserahkan pada waktu yang telah ditentukan |
|
7. |
Pembayaran dilakukan secara bertahap bank kepada produsen setelah pengikatan dilakukan. |
|
8. |
Pengiriman barang dilakukan langsung oleh produsen setelah pengikatan dilakukan. |
Contoh Pembiayaan Istishna Pada Perbankan Syariah
| Produk/Jasa | Akad |
| Pemesanan barang Investasi | Istishna |
| Renovasi | Istishna |

Posting Komentar