Rahn: Mekanisme Pegadaian Syariah yang Harus Anda Ketahui
Table of Contents
Rahn secara etimologis, berarti tsubut (tetap) dan dawam (Kekal, terus menerus). dikatakan mara'hin artinya air yang diam (tenang). Ni'mah rahinah. artinya nikmat yang terus menurus /kekal. ada yang mengatakan bahwa Rahn adalah habs (menahan) berdasarkan firman Allah SWT. Qs. Al-Mudatsir (74): 38, " Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya", Maksudnya, setiap diri itu tertahan, makna ini lebih dekat dengan makna yang pertama, karena sesuatu tertahan itu bersifat tetap di tempatnya.
Adapun Rahn secara terminologis adalah menjadikan harta benda sebagai jaminan utang agar utang itu dilunasi (dikembalikan) atau dibayarkan harganya jika tidak dapat mengembalikan nya. Sedangkan menurut bahasa, Rahn berarti "gadai" atau "jaminan". Dalam konteks ekonomi Islam, Rahn merujuk pada sistem di mana suatu barang atau aset diberikan sebagai jaminan atas pinjaman yang diterima, dengan tujuan untuk menjamin pembayaran kembali pinjaman tersebut.
Dasar Hukum Rahn
Dasar hukum rahn dalam Islam didasarkan pada Al-Qur'an, Hadis, dan kesepakatan para ulama. Berikut adalah beberapa dasar hukum rahn:
Al-Qur'an
1. QS. Al-Baqarah (2:283)
“Dan jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalat tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya.”
Hadist
2. Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim
- Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa yang menggadaikan sesuatu maka tidak ada jaminan baginya kecuali dengan yang ia gadaikan." (HR. Bukhari dan Muslim).
- Diriwayatkan dari Aisyah r.a., ia berkata: "Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang Yahudi dan beliau menggadaikan baju besi beliau kepadanya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Ijma' Ulama
3. Kesepakatan Para Ulama
Dasar Ijma' adalah bahwa kaum muslimin sepakat diperbolehkannya Rahn (gadai) secara syariat ketika berpergian (safar) dan ketika di rumah (tidak berpergian) kecuali mujahid berpendapat bahwa Rahn (gadai) hanya berlaku ketika berpergian berdasarkan ayat diatas. Akan tetapi, pendapat Mujahid ini dibantah dengan argumentasi hadist diatas. Di samping itu, penyebutan safar (berpergian) dalam ayat diatas keluar dari yang umum (kebiasaan)
Rukun Rahn
Adapun rukun rahn (gadai) ada empat, yaitu:
- Barang yang digadaikan
- Modal hasil gadaian
- Shighat (Akad)
- aqidain (yang berakad)
Implementasi Rahn dalam Perbankan Syariah
Kontrak rahn dipakai dalam perbankan dalam dua hal berikut:
a. Sebagai produk pelengkap
Rahn dipakai sebagai produk pelengkap, artinya sebagai akad tambahan (jaminan/collecteral) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan ba’I al – murabahah, Bank dapat menahan barang nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut.
b. Sebagai produk tersendiri
Dibeberapa Negara islam, akad rahn dipakai sebagai alternatif dari pegadaian konvensional. Bedanya dengan pegadaian biasa, dalam rahn, nasabah tidak dikenakan bunga, yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, dan penaksiran.
Perbedaan utama antara biaya Rahn dan Bunga pegadaian adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sedangkan biaya rahn hanya sekali dan ditetapkan di muka.
Manfaat Rahn
Manfaat yang dapat diambil oleh bank dari prinsip rahn adalah sebagai berikut:- Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh bank
- Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito, bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu asset atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank.
- Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, akan sangat membantu saudara kita yang kesulitan dana, terutama di daerah-daerah pelosok
Adapun manfaat yang langsung didapat oleh bank adalah biaya-biaya kongkret yang harus dibayar oleh nasabah untuk pemeliharaan dan keamanan asset tersebut. Jika penahanan asset berdasarkan fidusia (penahanan barang bergerak sebagai jaminan pembayaran), nasabah juga harus membayar biaya asuransi yang besarnya sesuai dengan yang berlaku secara umum.
Resiko Rahn
Adapun resiko yang mungkin terdapat pada rahn apabila diterapkan sebagai produk adalah:
- Resiko tidak terbayarnya utang nasabah (wanpretasi)
- Resiko penurunan nilai asset yang ditahan atau rusak
Aplikasi Akad Rahn sebagai berikut:
| Prouduk/jasa | Akad |
| Gadai | Rahn/Qardh |
Reference
- Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar, Op.,cit.,hal. 174
- M. Syafi'i Antonio, Loc.,cit., hal. 131
- Ascarya, Loc.,hal.245
- M. Syafi'i Antonio, Loc.,cit., hal. 131
- Ascarya, Loc.,hal.245

Posting Komentar